

Jakarta, CNN Indonesia — Sebuah klinik di kawasan Otista, Jakarta Timur menawarkan cara unik untuk berhenti merokok. Griya Balur, nama klinik itu, menyediakan terapi balur. Pasien dibaluri ramuan tradisional, lalu ‘diasapi’.
Kunci terapi balur itu sejatinya ada pada asap tembakau. Asap itu dimasukkan melalui hidung, telinga, dan anus. Dipercaya, itu bisa membantu mengeluarkan radikal bebas dari dalam tubuh.
Berbeda dengan produk rokok komersial, tembakau yang dipakai untuk terapi itu diproses secara khusus. Ia tidak mengandung merkuri yang membahayakan tubuh.
Menurut Aziza, salah satu karyawan Griya Balur, produk rokok yang berlabel Divine itu sangat baik bagi kesehatan dan tidak mengandung zat adiktif berbahaya.
Aziza menjelaskan, produk rokok di pasaran membahayakan kesehatan dan menjadi pemicu kanker karena kandungan kimia di dalamnya. Di dalam produk rokok pabrikan, terkandung beragam zat kimia yang sengaja ditambahkan untuk menambah citarasa rokok.
“Kami ambil tembakau dari petani langsung tanpa perantara. Tidak ada zat tambahan apapun yang membahayakan tubuh layaknya rokok yang dijual di pasaran,” kata Aziza.
Soal polemik konsumsi rokok, ia menanggapi dengan santai. Menurut Aziza, produknya bukanlah rokok biasa, melainkan rokok tembakau dengan kandungan obat dan baik digunakan untuk menunjang terapi balur.
“Jangan dilihat bentuknya, tetapi kandungannya. Obat dalam bentuk asap itu lebih mudah diserap tubuh,” ujarnya.
Rokok Divine tersedia dalam 46 jenis yang memiliki beragam khasiat. Untuk pemula, Aziza menyarankan mengonsumsi rokok bernomor 19 dan 2. Rokok itu diklaim baik untuk proses detoksifikasi.
Rokok Divine bisa dikonsumsi setiap hari dan sebanyak mungkin. Namun Aziza menyarankan, rokok diisap bersamaan dengan konsumsi kopi racikan Griya Bugar ditambah telur agar detoksifikasi dapat berjalan optimal.
Untuk pasien yang masih belum bisa beralih ke rokok Divine, Aziza menawarkan produk lain. Yakni, obat peluntur kandungan merkuri dalam bentuk cair. Obat itu bisa diteteskan di bagian filter rokok-rokok biasa.
Leave a Reply