Hasil penelitian disertasi dosen Universitas Brawijaya (UB) tentang partikel asap, telah membuka peluang untuk memodifikasi asap rokok kretek menjadi sangat menyehatkan umat manusia. Pendekatan yang dilakukan harus bersifat fundamental pada sifat atomik dan partikel dengan memakai pemikiran ranah fisika kuantum. Kerlompok peneliti UB tersebut menyebutnya dengan pendekatan Nano Biology karena membahas partikel-partikel ukuran skala nanometer dalam sistem biologis. Dengan pendekatan ini, sangat mungkin bisa menjinakkan asap kretek dan dimanfaatkan untuk kesehatan manusia, mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanaman pangan.
Divine Cigarette sebagai salah satu prototipe perlakuan terhadap rokok kretek menggunakan pendekatan Nano Biology, sudah mulai dirintis dan dikembangkan lebih lanjut di UB dan Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang. Hasilnya luar biasa. Ternyata asap Divine Cigarette tidak menimbulkan efek sama sekali pada kelompok tikus percobaan, bahkan tikusnya menjadi lebih lincah dengan ransum makanan lebih sedikit dibandingkan tikus kontrol (tanpa divine cigarette). Di sisi lain asap divine ini juga terbukti memacu pertumbuhan akar kecambah kedelai dan mendorong pertumbuhan lebih cepat. Partikel asap divine secara teoritis yang disimulasikan melalui serangkaian model diperkirakan mampu menjadi penyedia elektron pada sistem transfer listrik dalam proses fisiologi normal. Asap menjadi tidak berbau dan menjadikan udara bersih sehingga sangat ramah lingkungan.
Partikel asap memiliki variasi ukuran 1-10.000 nanometer yang merupakan konfigurasi gabungan komponen kimia dengan basis ikatan nonkimiawi berupa medan gaya magnetik dan paramagnetik, dari kombinasi ribuan komponen senyawa organik. Mereka memang merugikan kesehatan bila dipaparkan secara sendiri-sendiri dan dipaparkan tanpa upaya eliminasi komponen radikal bebasnya. Namun kenyataannya, bila radikal bebas berhasil dijinakkan, sifat partikel gabungan ini sangat berbeda dibandingkan sifat masing-masing komponen penyusunnya. Seperti halnya lulur, menyebabkan iritasi pada kulit bila komponennya dioleskan secara sendiri-sendiri, namun bila dioleskan secara gabungan membuat kulit lebih sehat dan halus. Pemikiran yang dikembangkan tidak seperti kebanyakan peneliti asap rokok selama ini yang berbasis kimia analitik dan dan cenderung reduksionistik. Dengan demikian, dapat dipahami bila hal ini banyak sekali menimbulkan pertanyaa bernada skeptik.
Sayang sekali, fakta ilmiah semacam ini tidak pernah diperhatikan pemerintah dan industri rokok kretek Indonesia, mereka tidak punya unit riset dan pengembangan produk memadai. Ditinjau dari asset dan volume perdagangan rokok di Indonesia, riset seperti ini sesungguhnya gampang direalisasikan. Riset inovasi semacam ini akan menukik pada akar masalah menghilangkan stigma negatif rokok kretek, dan tentunya jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk lobi dan iklan yang konon mencapai lebih dari 60% biaya produksi.
Rokok kretek adalah satu-satunya produk kearifan lokal yang memberikan konstribusi terhadap perekonomian nasional. Sayang sekali rokok kretek terlanda isu sebagai produk tidak sehat tanpa didukung data hasil riset memadai. Isu rokok tidak sehat berhembus dari luar negeri dan dibangun melalui kegiatan riset asing, sementara itu kita sendiri kurang memiliki kepercayaan diri untuk melakukan inovasi karena cenderung menentang arus. Pada hal tidak akan pernah ada terobosan inovasi bila tidak melakukan kegiatan riset yang serius dan yang berbeda dengan dipikirkan oleh kebanyakan orang.
Departemen Kesehatan mengklaim kretek merugikan kesehatan lewat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tanpa upaya menakar dampaknya pada aspek lain secara seksama. RPP ini yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyebutkan bahwa tembakau sebagai zat adiktif. Seharusnya MK memintas Pemerintah untuk melakukan survey dengan sample puluhan ribu orang dengan sebaran yang mencakup sebagian besar etnik di Indonesia, dan tidak hanya menggunakan sampel orang sakit yang kebetulan perokok. Survey juga harus dilakukan pada populasi perokok yang yang tidak dalam kategori sakit. Dampak RPP itu cukup besar sehingga perlu kehati-hatian demi untuk menjaga kepentingan bangsa dan negara. Rokok kretek sifatnya sangat kompleks, sarat kepentingan dan melibatkan nasib 24 juta orang serta asset ratusan triliun rupiah/tahun. Keputusan yang berisiko mengakhiri industri kretek, mengharuskan adanya penyelesaian melalui program penelitian berskala nasional, yang dilakukan secara seksama, sungguh-sungguh meliputi semua aspek kehidupan baik kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, psikologi maupun ekonomi dengan keberpihakan yang jelas kepada kepentingan bangsa.
Program penelitian skala nasional harus dilakukan melibatkan berbagai sentra sumberdaya peneliti menggunakan pendekatan baru yang berbeda dengan pendekatan keilmuan yang sekarang dilakukan yaitu pendekatan Nano Biology. Kegiatan penelitian harus diapresiasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Lemahnya budaya riset di kalangan industri nasional menyebabkan industri-industri kita mudah masuk dalam skenario percaturan bisnis perusahaan multinasional baik yang berdimensi jangka pendek maupun jangka panjang. Khusus untuk industri kretek, ada gelagat pemindahan kepemilikan dari pemilik yang rata-rata adalah pendiri pindah ke perusahaan multi nasional. Misalnya, Sampoerna disebutkan sudah dilepas ke Phillip Morris dan PT. Bentoel pindah tangan ke BAT, sementara PT Gudang Garam sudah mulai ancang-ancang memperkuat sektor bisnis bidang energi demikian juga PT. Djarum. Lobi industri asing mengokohkan bisnis rokok mereka dalam jangka panjang di Indonesia dengan mencaplok industri rokok domestik. Bisa jadi mereka memanfaatkan kontroversi anti dan pro perokok sebagai strategi bisnis jangka pendek agar dapat mendorong pengalihan aset secara murah dan mudah. Namun yang jelas adalah, industri rokok kita menjadi tergopoh-gopoh menahan terpaan isu bidang kesehatan karena memang tidak pernah melakukan antisipasi melalui riset. Mereka akhirnya cenderung mengandalkan lobi dan iklan untuk tetap eksis, dan bila memang akhirnya tidak tahan lagi ya dijual atau ditutup.
Sedikit sekali pengambil keputusan berupaya memperjuangkan kepentingan bangsa dalam perspektif yang lebih komprehensif dan menukik pada akar masalah yaitu keberdayaan sebagai bangsa Indonesia. Di kancah bisnis global Indonesia sering termakan isu internasional dan akhirnya mengalahkan atau mengecilkan isu riil permasalahan rakyat. Contohnya, pemerintah kalang kabut menanggulangi isu flu burung meski korbannya jauh lebih kecil dibandingkan korban kecelakaan lalu lintas. Demikian juga menghadapi isu kurang gizi, keterbelakangan mental dan lemahnya pendidikan. Hal-hal tersebut justru tersisihkan.
Lemahnya kepedulian terhadap aspek problematika riil bangsa yang kompleks dan menguras tenaga serta lemahnya dasar pengambilan keputusan serta pengabaian terhadap kegiatan riset ilmiah berdimensi jangka panjang dan komprehensif secara serius dan konsisten, membuat bangsa ini lemah dalam percaturan perekonomian global.
Seperti halnya industri-industri lain, industri rokok kretek tidak memiliki unit riset dan pengembangan produk yang memadai. Laboratorium yang ada sebatas sebagai uji kualitas, bukan untuk tujuan inovasi dan pengembangan teknologi yang memungkinkan menciptakan produk lebih baik, unggul dan lebih sehat.
Sutiman B. Sumitro
Guru Besar Biologi Molekuler Sel,
Universitas Brawijaya dan Dekan Fakultas sain
dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Leave a Reply